Selasa, 19 Januari 2016

Jodoh itu Kompatibilias : Pilihlah Karena Agamanya !! (Part 1)




sumber gambar : www.kaskus.co.id

Pernahkah kita mendengar kisah mengenai Pangeran Charles, Camellia dan Diana ? sebuah kisah yang mungkin akan selalu dikenang oleh masyarakat dunia. Kita masih ingat, meskipun mendapat badai kritikan dari berbagai pihak, pada akhirnya Pangeran Charles tetap lebih memilih bersama Camellia. Namun pertanyaanya adalah, bagaimana mungkin Pangeran Charles rela meninggalkan seorang Diana yang kalau boleh dibilang adalah salah satu wanita tercantik di abad tersebut demi seorang Camellia. Jika kita melihat dari ukuran kecantikan, jelas Camellia tidak ada apa-apanya dibanding Diana. But why ?  Mengapa seorang putri yang demikian cantik tidak bisa memenangkan hati Pangeran Charles. Ketika beliau ditanya tentang perihal tersebut, beliau menjawab “saya lebih bisa berbicara dengan Camellia.” Begitulah kira-kira gambaran singkat tentang kompatibilitas. Ini masalah hati, tidak semata-mata urusan fisik. Jikalau fisik adalah ukuran tentang sebuah hubungan, lantas mengapa banyak pernikahan artis yang notabene fisik mereka cantik dan ganteng berakhir dalam perceraian dalam kurun waktu yang singkat? Sementara, di rumah-rumah sederhana, berisikan orang-orang berwajah biasa, hubungan mereka bisa langgeng hingga akhir ? Sekali lagi, disanalah urusan hati. Absurd, rumit, dan sering tidak logis. Fisik memang sedikit bisa menyentuh hati, namun jiwa lebih dahsyat dalam menyentuh hati. Jiwa-lah yang memberi warna fisik. Fisik saja tanpa diwarnai jiwa hanya akan membuat manusia menjadi cyborg-cyborg berjalan. Bersama dengan Camellia, Charles merasa lebih nyaman, jiwa-nya lebih nyaman, sekalipun kecantikannya tidaklah seberapa. Diluar sana, ada banyak pasangan yang mungkin physically nampak tidak serasi, tapi siapa peduli. Karena jiwa-lah yang merasakan. Mereka kompatibel.
Kompatibilitas ditentukan oleh kepribadian, karakter, ilmu, gaya komunikasi, dan yang paling penting dalam persepektif muslim adalah ahlak. Ahlak-lah yang membawa khalifah Umar bin Khattab kepincut untuk menikahkan putranya dengan gadis anak seorang penjual susu yang begitu ihsan dalam memegang etika berdagang. Ahlak pula yang membuat hati seorang janda jelita nan kaya raya, Khatidjah  luluh pada Muhammad, seorang pemuda santun yang begitu terpuji dalam semua perilakunya. Jika demikian, lantas apa sesungguhnya ahlak itu ? “Akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan perbuatan-perbuatan dengan gampang dan mudah, tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan” demikian menurut Imam Al-Ghazali dalam kitabnya Ihya ‘Ulumuddin.
Rasulullah SAW pernah menyampaikan, “Seorang itu wanita dinikahi karena empat hal; karena hartanya, keturunannya, kecantikannya, dan karena agamanya, maka pilihlah karena agamanya, niscaya kamu beruntung.
Apa mutiara hadist diatas ? salah satunya adalah masalah jiwa dan kompatibilitas. Harta, nasab, dan kecantikan adalah urusan fisik, sedang agama adalah urusan jiwa. “Pilihlah agamanya, niscaya kamu beruntung.” Mengapa harus agama ? karena agama adalah operating system (OS) manusia. Secanggih apapun hardware laptop kalau tanpa OS hanya akan menjadi persegi panjang tipis yang tidak berguna. Atau secanggih apapun hardware laptop kalau OSnya gak kompatibel ya fiturnya tidak akan maksimal. Itulah agama. Semakin mengenal agama maka semakin baguslah kualitas OSnya. Lalu apakah tidak diperbolehkan memilih karena harta, nasab dan cantik/gantengnya ? tentu saja boleh. Kalau agamanya sama-sama bagus, ada yang lebih cantik/ganteng atau lebih berharta, wajar dan boleh-boleh saja. Tapi bagaimana seandainya tidak memilih karena agama ? boleh juga karena konsekuensi ada di pilihan masing-masing, hanya saja Rasulullah tidak merekomendasikan yang demikian.
“Pilihlah agamanya, nisacaya kamu beruntung.” Rasul sudah menjamin demikian, sekarang yang menjadi pertanyaan selanjutnya adalah, bagaimana ukuran agama tersebut. Apakah sebatas sama-sama islam ? Padalah kalau dicermati, banyak orang islam yang belum mengerti islam. Hayo. Lalu memilih karena agamanya itu yang bagaimana, apakah sama-sama satu harokah ? (hehe, ini sensitif), lalu yang bagaimana ? Insya Allah akan berlanjut di Part 2 dengan dilengkapi dari sudut pandang ilmu medis. To be continue...........

-Nanda E.S Sejati

Tidak ada komentar:

Posting Komentar