Minggu, 10 Januari 2016

Sungguh, Musa-pun tidak pernah tahu, laut kan terbelah dari tongkatnya



Ada satu kisah besar yang mengharukan di dalam Al-qur’an disamping ahsanal qasas di surah Yusuf atau kisah ketauhidan Nabi Ibrahim dan putranya Ismail. Kisah itu tidak lain adalah kisah Musa Alaihissalam Kalimullah. Nabi yang sangat kuat, bahkan sampai-sampai bola mata malaikat mautpun copot karena tamparannya.
Dialah Musa, salah seorang Nabi yang diistimewakan karena ketabahan yang luar biasa. Sebagaimana telah kita ketahui, Musa diutus untuk memberi peringatan kepada Fir’aun yang telah melampaui batas. Musa adalah kebenaran mimpi Fir’aun, sekalipun dia telah mencoba untuk membunuh semua bayi laki-laki yang lahir. Kisah sesungguhnya Musa diawali ketika tamparan yang dia layangkan tanpa sengaja membunuh orang Qibti yang ditamparnya tersebut.  Dia Musa terpaksa harus meninggalkan kotanya karena tentara Fir’aun hendak mengqishashnya atas peristiwa itu. Nampaknya memang begitulah rencana Allah untuk menguatkan Musa sebelum amanah besar tersebut datang. Selama beberapa tahun beberapa tahun berada dalam bimbingan Nabi Syu’aib, amanah agung itupun datang. Melalui suara dari langit yang akan melemaskan siapapun yang mendengarnya, “Yaa Musa, Inni Anna Robbuka, Fakhla’ na’laika. Innaka bilwaadil muqaddasi tuwaa (QS 20 : 12), wasthona’tuka linafsi. “ (QS 20 :41)
Kini pangeran kerajaan “terbuang” tersebut, harus kembali ke negerinya untuk menyampaikan Kalimat Haq kepada tidak lain dan tidak bukan adalah kepada Fir’aun, the emperor. Berat sungguh dirasa amanah tersebut. Dengan statusnya yang dicap sebagai DPO seluruh mesir, maka bukan hal yang mudah untuk kembali pada negeri yang telah membesarkannya tersebut. Satu-satunya yang menjadi bekal Musa untuk menemui Fir’aun adalah kalimat-Nya “sanasyudu ‘adhuka bi akhika wa naj’alu lakuma sulthoonaa...” (QS 28 : 35)
Di hadapan Fir’aun sesungguhnya rasa takut Musa-pun masih ada, bahkan ketika tongkat-tongkat penyihir kerajaan di lemparkan di depannya berubah menjadi ular, Musa masih tidak tahu harus bagaimana. Sekalipun sebelumnya sudah pernah diperlihatkan kepada Musa di bukit Tuwa, ketika tongkat tersebut berubah menjadi ular besar. Hingga akhirnya datanglah perintah dari Allah “Lemparkan apa yang ada di tangan kananmu, niscaya dia akan menelan apa yang mereka buat.”
Ketika akhirnya Musa-lah yang menang, dan para penyihir kerajaan bertaubat dan mengucap kalimat tauhid. Tiba tiba Fir’aun menjadi murka dan menuduh ada konspirasi antara Musa dan para penyihir tersebut.  Persis seperti yang terjadi saat ini, dimana ketika semua bukti telah terang maka senjata terakhir mereka yang memusuhi islam adalah dengan menuduh dan memberi label. Bahkan Al-qur’an dan buku-buku islami dijadikan alat bukti shahih untuk memberi label “terduga teroris”. Tidak heran, memang beginitulah cara klasik musuh para nabi, yakni labeling. Wa kadzalika ja’alna likulli nabiyyin ‘aduwwan syayatinal insi wal jinni (dan demikianlah untuk setiap para nabi kami jadikan musuh yang terdiri dari setan-setan manusia dan jin).
Dalam kondisi kalah dan dipermalukan, bukanya beriman justru Fir’aun semakin sombong dan bermaksud menghabisi Musa dan bani Israel. Lalu datanglah perintah dari Allah untuk Musa beserta bani israel agar segera meninggalkan Mesir pada malam hari. Hingga singkat cerita pelarian tersebut harus terhenti didepan laut merah. Sementara di belakang mereka Fir’aun dan pasukan kalvalerinya semakin mendekat. Dalam kondisi yang demikian, disanalah iman benar-benar diuji. Disaat itu, Musa masih tidak tahu, harus berbuat apa sekalipun tongkat ajaibnya berada di tangan. Sekalipun dia menyaksikan sendiri bagaimana tongkat tersebut pernah berubah menjadi mahluk hidup. Namun saat itu dia benar benar tidak tahu. Tidak juga terlintas dibenaknya untuk berinovasi dengan tongkat tersebut karena yang dia tahu memang itu hanyalah tongkat yang sejak dulu dipakai untuk menggembala ternaknya, dan pada satu episode pernah berubah menjadi ular. Hanya itu. Kini yang ada dihadapanya adalah laut, bukan lagi ular. Dia hanya bisa berdoa dan pasrah dengan takdir yang akan akan tejadi. Qadarallah, disaat titik nadir, lalu datanglah petunjuk, “Pukulkanlah tongkat itu kelaut.” Dan tiba tiba air lautpun terbelah, dihamparkan didepanya sebuah jalan setapak di tengah laut yang hanya diizinkan untuk Musa dan kaumnya hingga selamatlah mereka dari kejaran Fir’aun. Dan binasalah Fir’aun beserta bala tentaranya yang sombong, itulah balasan bagi mereka yang mendustakan ayat-ayat Allah Robbul ‘alamin.
Jadi sejak awal, Musa tidak pernah tahu, bahwa kelak, ketika dihadapan Fir’aun, tongkatnya berubah menjadi ular besar yang meruntuhkan segala tipu daya. Musa juga tidak pernah tahu bahwa kelak, tongkatnya dapat memukul lautan hingga terbelah airnya. Musa tidak pernah tahu, begitupun para nabi lainya. Mereka hanya percaya, hingga pada akhirnya dititik nadir, Allah tunjukan kuasa-Nya. Allah tidak menuntut kita untuk tahu hakikat perintah-Nya, Dia hanya menuntut kita untuk percaya dan melaksanakanya. Lalu biarlah Dia yang mengatur semuanya. (Nanda E.S Sejati)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar