Ada satu kisah besar yang mengharukan di dalam Al-qur’an disamping
ahsanal qasas di surah Yusuf atau kisah ketauhidan Nabi Ibrahim dan putranya
Ismail. Kisah itu tidak lain adalah kisah Musa Alaihissalam Kalimullah. Nabi yang
sangat kuat, bahkan sampai-sampai bola mata malaikat mautpun copot karena
tamparannya.
Dialah Musa, salah seorang Nabi
yang diistimewakan karena ketabahan yang luar biasa. Sebagaimana telah kita
ketahui, Musa diutus untuk memberi peringatan kepada Fir’aun yang telah
melampaui batas. Musa adalah kebenaran mimpi Fir’aun, sekalipun dia telah
mencoba untuk membunuh semua bayi laki-laki yang lahir. Kisah sesungguhnya Musa
diawali ketika tamparan yang dia layangkan tanpa sengaja membunuh orang Qibti yang
ditamparnya tersebut. Dia Musa terpaksa
harus meninggalkan kotanya karena tentara Fir’aun hendak mengqishashnya atas
peristiwa itu. Nampaknya memang begitulah rencana Allah untuk menguatkan Musa
sebelum amanah besar tersebut datang. Selama beberapa tahun beberapa tahun
berada dalam bimbingan Nabi Syu’aib, amanah agung itupun datang. Melalui suara dari
langit yang akan melemaskan siapapun yang mendengarnya, “Yaa Musa, Inni Anna Robbuka, Fakhla’ na’laika. Innaka bilwaadil
muqaddasi tuwaa (QS 20 : 12), wasthona’tuka
linafsi. “ (QS 20 :41)
Kini pangeran kerajaan “terbuang”
tersebut, harus kembali ke negerinya untuk menyampaikan Kalimat Haq kepada
tidak lain dan tidak bukan adalah kepada Fir’aun, the emperor. Berat sungguh
dirasa amanah tersebut. Dengan statusnya yang dicap sebagai DPO seluruh mesir,
maka bukan hal yang mudah untuk kembali pada negeri yang telah membesarkannya
tersebut. Satu-satunya yang menjadi bekal Musa untuk menemui Fir’aun adalah
kalimat-Nya “sanasyudu ‘adhuka bi akhika
wa naj’alu lakuma sulthoonaa...” (QS 28 : 35)
Di hadapan Fir’aun sesungguhnya
rasa takut Musa-pun masih ada, bahkan ketika tongkat-tongkat penyihir kerajaan
di lemparkan di depannya berubah menjadi ular, Musa masih tidak tahu harus
bagaimana. Sekalipun sebelumnya sudah pernah diperlihatkan kepada Musa di bukit
Tuwa, ketika tongkat tersebut berubah menjadi ular besar. Hingga akhirnya datanglah
perintah dari Allah “Lemparkan apa yang
ada di tangan kananmu, niscaya dia akan menelan apa yang mereka buat.”
Ketika akhirnya Musa-lah yang
menang, dan para penyihir kerajaan bertaubat dan mengucap kalimat tauhid. Tiba tiba
Fir’aun menjadi murka dan menuduh ada konspirasi antara Musa dan para penyihir
tersebut. Persis seperti yang terjadi
saat ini, dimana ketika semua bukti telah terang maka senjata terakhir mereka
yang memusuhi islam adalah dengan menuduh dan memberi label. Bahkan Al-qur’an
dan buku-buku islami dijadikan alat bukti shahih untuk memberi label “terduga
teroris”. Tidak heran, memang beginitulah cara klasik musuh para nabi, yakni
labeling. Wa kadzalika ja’alna likulli
nabiyyin ‘aduwwan syayatinal insi wal jinni (dan demikianlah untuk setiap
para nabi kami jadikan musuh yang terdiri dari setan-setan manusia dan jin).
Dalam kondisi kalah dan
dipermalukan, bukanya beriman justru Fir’aun semakin sombong dan bermaksud
menghabisi Musa dan bani Israel. Lalu datanglah perintah dari Allah untuk Musa
beserta bani israel agar segera meninggalkan Mesir pada malam hari. Hingga singkat
cerita pelarian tersebut harus terhenti didepan laut merah. Sementara di
belakang mereka Fir’aun dan pasukan kalvalerinya semakin mendekat. Dalam
kondisi yang demikian, disanalah iman benar-benar diuji. Disaat itu, Musa masih
tidak tahu, harus berbuat apa sekalipun tongkat ajaibnya berada di tangan.
Sekalipun dia menyaksikan sendiri bagaimana tongkat tersebut pernah berubah
menjadi mahluk hidup. Namun saat itu dia benar benar tidak tahu. Tidak juga
terlintas dibenaknya untuk berinovasi dengan tongkat tersebut karena yang dia
tahu memang itu hanyalah tongkat yang sejak dulu dipakai untuk menggembala
ternaknya, dan pada satu episode pernah berubah menjadi ular. Hanya itu. Kini
yang ada dihadapanya adalah laut, bukan lagi ular. Dia hanya bisa berdoa dan
pasrah dengan takdir yang akan akan tejadi. Qadarallah, disaat titik nadir,
lalu datanglah petunjuk, “Pukulkanlah tongkat itu kelaut.” Dan tiba tiba air
lautpun terbelah, dihamparkan didepanya sebuah jalan setapak di tengah laut
yang hanya diizinkan untuk Musa dan kaumnya hingga selamatlah mereka dari
kejaran Fir’aun. Dan binasalah Fir’aun beserta bala tentaranya yang sombong,
itulah balasan bagi mereka yang mendustakan ayat-ayat Allah Robbul ‘alamin.
Jadi sejak awal, Musa tidak pernah
tahu, bahwa kelak, ketika dihadapan Fir’aun, tongkatnya berubah menjadi ular
besar yang meruntuhkan segala tipu daya. Musa juga tidak pernah tahu bahwa
kelak, tongkatnya dapat memukul lautan hingga terbelah airnya. Musa tidak pernah
tahu, begitupun para nabi lainya. Mereka hanya percaya, hingga pada akhirnya
dititik nadir, Allah tunjukan kuasa-Nya. Allah tidak menuntut kita untuk tahu
hakikat perintah-Nya, Dia hanya menuntut kita untuk percaya dan melaksanakanya.
Lalu biarlah Dia yang mengatur semuanya. (Nanda E.S Sejati)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar