Kamis, 21 Januari 2016

Jodoh itu Kompatibilias : Pilihlah Karena Agamanya !! (Part 2)




“....Pilihlah agamnya, niscaya engkau beruntung” (Rasulullah SAW). Tulisan ini adalah lanjutan dari tulisan kemarin dan masuk kepada bahasan memilih karena agamanya itu bagaimana maksudnya. Yang pertama jelas, islam. Karena itu syarat dasar. Dan janganlah kamu nikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik walaupun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. Dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran. (QS Al Baqarah 221).
Ayat diatas sudah sangat-sangatlah terang. Mengenai islam sendiri, persoalanya adalah banyak  yang mengaku agamanya islam, tapi rukun islamnya sebatas syahadat. Atau yang sekarang ngetren adalah masuk islam sebagai syarat nikah. Setelah itu bubrah. Kasus yang demikian lumayan banyak. Yang paling menyedihkan adalah masuk islam sebagai syarat nikah, lalu setelah nikah balik menjadi non islam. Kasus ini frekuensinya juga tidak sedikit Meski ada juga yang setelah masuk islam jadi istiqomah. Nahh dalam hal demikian maka perlu kehati-hatian dalam memilih.
            Sekarang konteksnya adalah sudah islam. Rukun islamnya juga hampir terpenuhi (biasanya kurang haji), dan rukum imanya juga hampir terpenuhi. Loh kok rukun iman hampir terpenuhi ? memangnya belum cukup sudah beriman kepada Allah, malaikat-malaikatNya, kitab-kitabNya, rasul-rasulNya, hari akhirNya, dan qada qadrNya ? Kalau sudah beriman kepada keenam tadi, dengan menjalankan konsekuensi iman, jawabanya adalah imanya sudah sangat baik hanya belum “mumtaz”. hehe
Seperti yang telah diketahui, iman itu bercabang-cabang sebagaimana kekafiran pun juga bercabang-cabang. Ada cabang-cabang yang sangat pokok yang harus dipenuhi seseorang dan sangat menetukan statusnya apakah  iman atau tidak beriman (kafir) dan ada cabang  cabang keimanan yang apabila dipenuhi maka semakin baguslah ia. Rasulullah menerangkan iman itu ada 70an cabang, yang paling tinggi adalah Laillaha llallah, dan yang paling rendah adalah menyingkirkan duri dari jalan. Jadi, ukuran agama yang paling baik digunakan untuk memilih adalah ukuran keimanan beserta cabang-cabangnya. Cabangnya apa saja, kalau itu jawabanya sangat panjang. Silahkan membaca bukunya sendiri tenang cabang iman atau membaca makalah tentang 79 cabang iman dari ma’had adz-dzikr (adz-dzikr adalah kajian mahasiswa kedokteran di FK UNS yang diikuti oleh penulis *promosi).
Semakin terpenuhi cabang  keimanan seseorang maka semakin idealah dia untuk dikatakan “dipilih karena agamanya”. Terlebih, terpenuhinya cabang-cabang keimanan Insya Allah juga turut menentukan kesakinahan dan kemawaddahan. Kok bisa ? Sebagai contoh penulis ambilkan salah satu cabang  iman, cabang iman ke 14 yakni mencintai Rasulullah SAW. Seseorang yang mencintai Rasul maka paling tidak dia akan berusaha memposisikan diri agar dirinya bisa mencontoh akhlak-akhlak terpuji beliau. Rasulullah adalah laki-laki yang sangat menyayangi istri-istri beliau. Bisa dibaca bagaimana kemesraan beliau dengan bunda Aisyah r.a atau ketika bersama bunda Khatidjah atau bersama istri-istri beliau yang lainya. Kita masih ingat, bagaimana kisah Rasulullah bersama Khatidjah disaat periode awal-awal ketika amanah langit itu datang ke pundak Rasulullah. Sangat berat. Masih teringat bagaimana perkataan sejuk dari Bunda Khatijah kepada Rasulullah yang gemetaran paska melihat Jibril  pada waktu itu, “Tidak perlu khawatir, Allah tidak akan pernah menghinakanmu, sesungguhnya engkau orang yang menjaga tali silaturrahmi, senantiasa mengemban amanah, berusaha memperoleh sesuatu yang tiada, selalu menghormati tamu dan membantu orang-orang yang berhak untuk dibantu.”
Pernah suatu saat Bunda Aisyah cemburu kepada Nabi karena beliau masih sering menyebut-nyebut nama bunda Khatijah. Apakah tiada orang lagi selain wanita tua itu. Bukankah Allah telah menggantikannya dengan yang lebih baik? demikian ucap bunda Aisyah kepada beliau SAW. Beliau SAW pun menjawab Tidak, Demi Allah, tidak ada ganti yang lebih baik darinya. Dia adalah seorang wanita yang terbaik, karena dia telah percaya dan beriman kepadaku di saat orang lain masih dalam kebimbangan, dia telah membenarkan aku di saat orang lain mendustakanku; dia telah mengorbankan semua harta bendanya ketika orang lain mencegah kemurahannya terhadapku; dan dia telah melahirkan bagiku beberapa putera-puteri yang tidak ku dapatkan dari isteri-isteri yang lain”.
Seseorang yang mencintai Rasul, sudah seharusnya akan meneladani pula bagaimana beliau memperlakukan istri-istri beliau. Ketika haji wada’, diakhir khutbah beliau yang sangat mengharukan tersebut, beliau menyampaikan “Takutlah kepada Allah dalam bersikap kepada kaum wanita, karena kalian telah mengambil mereka dengan amanah atas nama Allah dan hubungan badan dengan mereka telah dihalalkan bagi kamu sekalian dengan nama Allah.Sesungguhnya kalian mempunyai kewajiban terhadap isteri kalian dan isteri kalian mempunyai kewajiban terhadap diri kalian. Kewajiban mereka terhadap kalian adalah mereka tidak boleh memberi izin masuk orang yang tidak kalian sukai ke dalam rumah kalian. Jika mereka melakukan hal demikian, maka pukullah mereka dengan pukulan yang tidak keras/tidak membahayakan. Sedangkan kewajiban kamu terhadap mereka adalah memberi nafkah, dan pakaian yang baik kepada mereka.Maka perhatikanlah perkataanku ini, wahai manusia sekalian. Sesungguhnya aku telah menyampaikannya.”
Maka, semakin paham seseorang akan cabang-cabang keimanan, maka semakin layak dipilihlah dia. Jika dia seorang wanita, maka dia akan menjadi sebagaima Khatijah, sebagaimana Aisyah terhadap Rasulullah. Dan jika ia seorang laki-laki, maka dia akan menjadi sebagaimana Rasulullah terhadap Khatijah, Aisyah dan istri-istri beliau yang lain. . . (bersambung)
-Nanda E.S Sejati
Next bahasan: Memilih dengan ilmu untuk yang berilmu, serta mengapa harus yang berilmu (dari sudut pandang ilmu jiwa )

Tidak ada komentar:

Posting Komentar